PEMBAHASAN
1. Pengertian metode qowa’id wa tarjamah.
Metode qowa’id dan tarjamah adalah
gabungan dari metode gramatika dan
metode terjemah.[1]
Metode ini merupakan cara mempelajari bahasa asing yang
lebih menekankan pada qowa’id ataupun kaidah-kaidah bahasa untuk dapat
mencapai keterampilan membaca, menulis dan menterjemah.[2]
Sebagaimana kita ketahui
bahwa metode terjemah merupakan sebuah metode untuk dapat menerjemahkan dari
bahasa sumber atau bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran atau bahasa penerima yang
tidak bisa lepas dari penerapan aturan-aturan tata bahasanya. Metode yang satu
ini memfokuskan pada kegiatan penerjemahan bacaan dari bahasa asing ke dalam
bahasa ibu atau sebaliknya.
Sedangkan metode qowa’id
merupakan metode yang lebih menekankan pada penghafalan aturan-aturan gramatika
dan sejumlah mufrodat atau kata tertentu yang kemudian dirangkaikan menurut
tata bahasa yang berlaku. Metode ini merupakan metode tertua dalam pembelajaran
bahasa Asing sehingga disebut juga metode tradisional.
Metode
gramatika dan terjemah ini merupakan hasil karya dari pemikiran beberapa orang
sarjana Jerman. Mereka adalah Johan Seidenstucker, Karl Plotz, H.S. Ollendorff,
dan Johann Meidinger. Metode gramatika dan terjemah ini cukup mendominasi
pengajaran bahasa asing di daratan Eropa dari tahun 1840-an hingga tahun
1940-an.
2. Latar belakang adanya metode qowa’id wa
tarjamah.
Berbicara bahasa Arab dalam konteks sejarah, tidak bisa
lepas dari perjalanan penyebaran agama islam. Begitu pula sebaliknya, mengkaji
tentang Islam berarti pula mempelajari bahasa Arab sebagai syarat wajib untuk
menguasai Al-Quran. Hubungan yang sinergis antara bahasa Arab dan Islam, tidak
lain karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab yang menjadi tradisi kehidupan
bangsa Arab sebagai dasar umat Islam.
Sejarah
mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar keluar Jazirah Arabia sejak abad ke-1
H atau abad ke-7 M, mengikuti ke mana pun gerak penyebaran Islam. Penyebaran
itu meliputi wilayah Bizantium di utara, wilayah Persia di timur, dan wilayah
Afrika samapai Andalusia di barat. Hingga pada masa khalifah Islamiyah, bahasa
Arab menjadi bahasa resmi yang dipergunakan untuk sosialisasi agama, budaya,
administrasi, dan keilmuwan. Posisi strategis yang dimiliki bahasa Arab ini
mengungguli semua bahasa yang pernah ada sebelumya yaitu bahasa-bahasa Yunani,
Persia, Koptik, dan Syiria.
Meski
referensi tentang bagaimana bahasa Arab dapat tersosialisasi dengan baik di
tengah masyarakat non-Arab kurang memadai, tetapi karena adanya interaksi yang
intens antara bahasa Arab dan Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan Yunani
Kuno, melalui penerjemahan dari Yunani ke Arab kemudian dari Arab ke Latin
sehingga dalam mengkaji teks-teks sastra dan keagamaan memungkinkan terjadinya
kesamaan tujuan belajar-mengajar antara kedua bahasa tersebut yaitu grammar
translation method (metode pengajaran bahasa asing yang dianggap paling tua dan
diprediksi muncul semenjak orang merasa perlu untuk mempelajari bahasa asing).[3]
Kemudian,
masuknya bahasa Arab di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam itu sendiri
ke negeri ini. Hal ini karena bahasa Arab tidak bisa dilepaskan dari agama
Islam sehingga bahasa Arab sering dianggap sebagai bahasa agama, apalagi dua
sumber umat islam adalah Al-Quran dan hadist (berbahasa Arab), begitu juga
banyak ritual keagamaan Islam seperti sholat dan berdo’a yang menggunakan
bahasa Arab sebagai medianya. Oleh karena itu, sangat mungkin pengajaran bahasa
Arab mulai berlangsung bersamaan dengan tersebarnya Islam di Indonesia sekitar
abad ke-12M.
Pada awalnya,
kegiatan pengajaran bahasa Arab masih sebatas untuk kepentingan bisa membaca
Al-Quran. Namun, seiring dengan kebutuhan untuk memahami isi kandungan
Al-Quran, hadist, dan buku-buku keislaman yang ditulis dengan bahasa Arab, maka
pengajaran bahasa Arab tidak lagi sebatas untuk bisa membaca huruf Arab, tetapi
lebih dari itu yakni untuk memahami dan mendalami lebih jauh ajaran-ajaran
Islam.[4]
3. Karakteristik metode qowa’id wa tarjamah.
Ø Tujuan mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca buku atau naskah
dalam bahasa target, seperti kitab-kitab klasik berbahasa Arab.
Ø Perhatian yang mendalam pada keterampilan membaca, menulis, dan menerjemah.
Ø Menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar
mengajar.
Ø Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus, dan teks bacaan yang
berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik.
Ø Proses pembelajarannya sangat menekankan penghafalan kaidah bahasa dan kosa
kata, kemudian penerjemahan harfiah dari bahasa sasaran ke bahasa siswa atau
sebaliknya.
Ø Peran guru sangat aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan
pasif sebagai penerima materi.[5]
4. Kelebihan dan kekurangan metode qowa’id wa
tarjamah.
Kelebihan :
Ø Siswa memahami bacaan-bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu
menerjemahkannya.
Ø Metode ini memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal.
Ø Metode ini bisa diterapkan dalam kelas besar.
Kekurangan :
Ø Anilisis tata bahasa pada metode qowa’id dan tarjamah ini mungkin baik dan
mudah bagi mereka yang merancangnya, tapi tidak menutup kemungkinan bisa
membingungkan peserta didik karena cukup rumit.
Ø Metode ini sering menerima kritik karena melalaikan keterampilan berbicara.
Ø Dibutuhkan seorang pendidik yang terlatih dan mahir dalam penerjemahan.
5. Aplikasi
Teknik penyajian metode secara umum adalah guru atau ustadz atau kyai,
serta para santri masing-masing memegang sebuah kitab berbahasa Arab. Kemudian
guru membacakan isi kitab kata demi kata dengan terjemahannya, sementara para
santri menyimak bacaan guru dan menuliskan terjemahannya ke dalam kitab mereka
atau dalam istilah lain meberi “jenggot” karena kata-kata terjemahan dalam
bahasa daerah (Jawa) ditulis di bawah teks asli yang menyerupai jenggot.
Perlu diketahui bahwa pengajaran tata bahasa (qowa’id) hanya berfungsi
sebagai penunjang tercapainya kemahiran berbahasa. Pada dasarnya, kegiatan
pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian, yaitu pengenalan kaidah (nahwu
dan shorof) dan pemberian latian (drill). Kedua kegiatan tersebut dapat
dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif dan induktif.
a. Pengenalan kaidah : bisa dilakukan secara deduktif dan induktif.
-
Cara
deduktif : dimulai dengan pemberian kaidah yang harus dipahami dan dihafalkan
siswa, kemudian diberikan contoh-contoh penerapannya. Setelah itu, siswa diberi
kesempatan untuk melakukan latihan-latihan menerapkan kaidah atau rumus yang
telah diberikan.
-
Cara
Induktif : guru pertama-tama menyajikan contoh-contoh. Setelah mempelajari
contoh yang diberikan, siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri
kaidah-kaidah bahasa yang sedang diajarkan.
b. Latihan (drill tadribat)
-
Latihan
mekanis : bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk
mendapatkan respon yang benar. Biasanya, latihan ini diberikan secara lisan
atau tertulis, dan diintegrasikan dengan latihan keterampilan berbicara dan
menulis.[6]
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode qowa’id wa tarjamah merupakan suatu pengajaran bahasa yang
tradisional (klasik) dan lebih menekankan pada penghafalan aturan-aturan
gramatika dan aspek menerjemah.
2. Pada dasarnya Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah merupakan sinonim dari apa
yang disebut grammar translation method. Prinsip dan teknik dari grammar
translation method dalam bahasa Inggris kemudian diadopsi dan diaplikasikan
dalam pengajaran bahasa Arab dengan apa yang dikenal saat ini yaitu Thoriqoh
al-Qowa’id wa al-Tarjamah.
3. Karakteristik Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah menggunakan bahasa
Ibu sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran, memperhatikan hukum-hukum
nahwu, Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus, dan teks bacaan
yang berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik, peran guru sangat
aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan pasif sebagai penerima
materi.
4. Kelebihan Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah siswa memahami
bacaan-bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu menerjemahkan, memperkuat
kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal, serta dapat diterapkan dalam
kelas besar. Sedangkan kekurangan Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah Sering
menerima kritik karena melalaikan keterampilan berbicara, dibutuhkan seorang
pendidik yang terlatih dan mahir dalam menerjemah, dan bisa membingungkan siswa
karena rumit.
5. Aplikasi Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah dibagi menjadi tiga, yaitu
secara umum, pengenalaan kaidah, dan latihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Izzan. 2004. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora.
Radliyah Zaenuddin, dkk. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif
Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta :
Humaniora.
Ahmad Fuad Effendy. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang :
Misykat.
Syamsuddin Asyrofi. 2016. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Konsep dan
Implementasinya. Yogyakarta.
[2] Radliyah
Zaenuddin, dkk, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa
Arab, (Yogyakarta : Humaniora, 2005), hlm.38.
[4] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran
Bahasa Arab (Konsep dan Implementasinya), (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm.
51.
[5] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran
Bahasa Arab..., (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 51.
[6]
Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran
Bahasa Arab..., (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 131-132.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar