Minggu, 11 Maret 2018

METODE QOWA'ID wa TARJAMAH

PEMBAHASAN

1.    Pengertian metode qowa’id wa tarjamah.
    
                        Metode qowa’id dan tarjamah adalah gabungan dari  metode gramatika dan metode terjemah.[1] Metode ini merupakan cara mempelajari bahasa asing  yang  lebih menekankan pada qowa’id ataupun kaidah-kaidah bahasa untuk dapat mencapai keterampilan membaca, menulis dan menterjemah.[2]
                        Sebagaimana kita ketahui bahwa metode terjemah merupakan sebuah metode untuk dapat menerjemahkan dari bahasa sumber atau bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran atau bahasa penerima yang tidak bisa lepas dari penerapan aturan-aturan tata bahasanya. Metode yang satu ini memfokuskan pada kegiatan penerjemahan bacaan dari bahasa asing ke dalam bahasa ibu atau sebaliknya.
                        Sedangkan metode qowa’id merupakan metode yang lebih menekankan pada penghafalan aturan-aturan gramatika dan sejumlah mufrodat atau kata tertentu yang kemudian dirangkaikan menurut tata bahasa yang berlaku. Metode ini merupakan metode tertua dalam pembelajaran bahasa Asing sehingga disebut juga metode tradisional.
Metode gramatika dan terjemah ini merupakan hasil karya dari pemikiran beberapa orang sarjana Jerman. Mereka adalah Johan Seidenstucker, Karl Plotz, H.S. Ollendorff, dan Johann Meidinger. Metode gramatika dan terjemah ini cukup mendominasi pengajaran bahasa asing di daratan Eropa dari tahun 1840-an hingga tahun 1940-an.

2.    Latar belakang adanya metode qowa’id wa tarjamah.

                        Berbicara bahasa Arab dalam konteks sejarah, tidak bisa lepas dari perjalanan penyebaran agama islam. Begitu pula sebaliknya, mengkaji tentang Islam berarti pula mempelajari bahasa Arab sebagai syarat wajib untuk menguasai Al-Quran. Hubungan yang sinergis antara bahasa Arab dan Islam, tidak lain karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab yang menjadi tradisi kehidupan bangsa Arab sebagai dasar umat Islam.
                        Sejarah mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar keluar Jazirah Arabia sejak abad ke-1 H atau abad ke-7 M, mengikuti ke mana pun gerak penyebaran Islam. Penyebaran itu meliputi wilayah Bizantium di utara, wilayah Persia di timur, dan wilayah Afrika samapai Andalusia di barat. Hingga pada masa khalifah Islamiyah, bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang dipergunakan untuk sosialisasi agama, budaya, administrasi, dan keilmuwan. Posisi strategis yang dimiliki bahasa Arab ini mengungguli semua bahasa yang pernah ada sebelumya yaitu bahasa-bahasa Yunani, Persia, Koptik, dan Syiria.
                        Meski referensi tentang bagaimana bahasa Arab dapat tersosialisasi dengan baik di tengah masyarakat non-Arab kurang memadai, tetapi karena adanya interaksi yang intens antara bahasa Arab dan Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan Yunani Kuno, melalui penerjemahan dari Yunani ke Arab kemudian dari Arab ke Latin sehingga dalam mengkaji teks-teks sastra dan keagamaan memungkinkan terjadinya kesamaan tujuan belajar-mengajar antara kedua bahasa tersebut yaitu grammar translation method (metode pengajaran bahasa asing yang dianggap paling tua dan diprediksi muncul semenjak orang merasa perlu untuk mempelajari bahasa asing).[3]
                        Kemudian, masuknya bahasa Arab di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam itu sendiri ke negeri ini. Hal ini karena bahasa Arab tidak bisa dilepaskan dari agama Islam sehingga bahasa Arab sering dianggap sebagai bahasa agama, apalagi dua sumber umat islam adalah Al-Quran dan hadist (berbahasa Arab), begitu juga banyak ritual keagamaan Islam seperti sholat dan berdo’a yang menggunakan bahasa Arab sebagai medianya. Oleh karena itu, sangat mungkin pengajaran bahasa Arab mulai berlangsung bersamaan dengan tersebarnya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12M.
                        Pada awalnya, kegiatan pengajaran bahasa Arab masih sebatas untuk kepentingan bisa membaca Al-Quran. Namun, seiring dengan kebutuhan untuk memahami isi kandungan Al-Quran, hadist, dan buku-buku keislaman yang ditulis dengan bahasa Arab, maka pengajaran bahasa Arab tidak lagi sebatas untuk bisa membaca huruf Arab, tetapi lebih dari itu yakni untuk memahami dan mendalami lebih jauh ajaran-ajaran Islam.[4]

3.    Karakteristik metode qowa’id wa tarjamah.
Ø  Tujuan mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca buku atau naskah dalam bahasa target, seperti kitab-kitab klasik berbahasa Arab.
Ø  Perhatian yang mendalam pada keterampilan membaca, menulis, dan menerjemah.
Ø  Menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar.
Ø  Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus, dan teks bacaan yang berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik.
Ø  Proses pembelajarannya sangat menekankan penghafalan kaidah bahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan harfiah dari bahasa sasaran ke bahasa siswa atau sebaliknya.
Ø  Peran guru sangat aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan pasif sebagai penerima materi.[5]

4.    Kelebihan dan kekurangan metode qowa’id wa tarjamah.
                        Kelebihan :
Ø  Siswa memahami bacaan-bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu menerjemahkannya.
Ø  Metode ini memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal.
Ø  Metode ini bisa diterapkan dalam kelas besar.
     Kekurangan :
Ø  Anilisis tata bahasa pada metode qowa’id dan tarjamah ini mungkin baik dan mudah bagi mereka yang merancangnya, tapi tidak menutup kemungkinan bisa membingungkan peserta didik karena cukup rumit.
Ø  Metode ini sering menerima kritik karena melalaikan keterampilan berbicara.
Ø  Dibutuhkan seorang pendidik yang terlatih dan mahir dalam penerjemahan.

5.    Aplikasi
                        Teknik penyajian metode secara umum adalah guru atau ustadz atau kyai, serta para santri masing-masing memegang sebuah kitab berbahasa Arab. Kemudian guru membacakan isi kitab kata demi kata dengan terjemahannya, sementara para santri menyimak bacaan guru dan menuliskan terjemahannya ke dalam kitab mereka atau dalam istilah lain meberi “jenggot” karena kata-kata terjemahan dalam bahasa daerah (Jawa) ditulis di bawah teks asli yang menyerupai jenggot.
                        Perlu diketahui bahwa pengajaran tata bahasa (qowa’id) hanya berfungsi sebagai penunjang tercapainya kemahiran berbahasa. Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian, yaitu pengenalan kaidah (nahwu dan shorof) dan pemberian latian (drill). Kedua kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif dan induktif.
a.    Pengenalan kaidah : bisa dilakukan secara deduktif dan induktif.
-   Cara deduktif : dimulai dengan pemberian kaidah yang harus dipahami dan dihafalkan siswa, kemudian diberikan contoh-contoh penerapannya. Setelah itu, siswa diberi kesempatan untuk melakukan latihan-latihan menerapkan kaidah atau rumus yang telah diberikan.
-   Cara Induktif : guru pertama-tama menyajikan contoh-contoh. Setelah mempelajari contoh yang diberikan, siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri kaidah-kaidah bahasa yang sedang diajarkan.
b.   Latihan (drill tadribat)
-   Latihan mekanis : bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan respon yang benar. Biasanya, latihan ini diberikan secara lisan atau tertulis, dan diintegrasikan dengan latihan keterampilan berbicara dan menulis.[6]

















PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.    Metode qowa’id wa tarjamah merupakan suatu pengajaran bahasa yang tradisional (klasik) dan lebih menekankan pada penghafalan aturan-aturan gramatika dan aspek menerjemah.
2.    Pada dasarnya Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah merupakan sinonim dari apa yang disebut grammar translation method. Prinsip dan teknik dari grammar translation method dalam bahasa Inggris kemudian diadopsi dan diaplikasikan dalam pengajaran bahasa Arab dengan apa yang dikenal saat ini yaitu Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah.
3.    Karakteristik Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran, memperhatikan hukum-hukum nahwu, Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus, dan teks bacaan yang berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik, peran guru sangat aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan pasif sebagai penerima materi.
4.    Kelebihan Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah siswa memahami bacaan-bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu menerjemahkan, memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal, serta dapat diterapkan dalam kelas besar. Sedangkan kekurangan Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah Sering menerima kritik karena melalaikan keterampilan berbicara, dibutuhkan seorang pendidik yang terlatih dan mahir dalam menerjemah, dan bisa membingungkan siswa karena rumit.
5.    Aplikasi Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah dibagi menjadi tiga, yaitu secara umum, pengenalaan kaidah, dan latihan.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzan. 2004. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora.
Radliyah Zaenuddin, dkk. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta :  Humaniora.
Ahmad Fuad Effendy. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang : Misykat.
Syamsuddin Asyrofi. 2016. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Konsep dan Implementasinya. Yogyakarta.



[1] Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Humaniora, 2004). hlm. 100.
[2] Radliyah Zaenuddin, dkk,  Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab,  (Yogyakarta :  Humaniora, 2005),  hlm.38.
[3] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang : Misykat, 2009), hlm.25-26
[4] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Konsep dan Implementasinya), (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 51.
[5] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab..., (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 51.

[6] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab..., (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 131-132.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Jitu Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan Dalam rangka pembekalan Musyrif/ah dan pengurus Mabna periode 2018/2019, Ma’had Ja...