Minggu, 10 Desember 2017

REORIENTASI PENGEMBANGAN PROFESI GURU~ lengkap

PEMBAHASAN

1.      Reorientasi pengembangan profesi guru
            Dalam telaah hasil penelitian tentang efektivitas keberhasilan guru dalam menjalankan tugas kependidikannya, Medley menemukan beberapa asumsi keberhasilan guru yang pada gilirannya dijadikan titik tolak dalam pengembangannya, yaitu: Pertama, asumsi sukses guru tergantung pada kepribadiannya. Kedua, asumsi sukses guru tergantung pada penguasaan metode. Ketiga, asumsi sukses guru tergantung pada frekuensi dan intensitas aktivitas guru dengan siswa. Dan keempat, asumsi bahwa apapun dasar dan alasannya penampilan gurulah yang terpenting sebagai tanda memiliki wawasan, ada indikator menguasai materi, ada indikator menguasai strategi belajar mengajar, dan lain sebagainya. Asumsi yang keempat ini memang lebih komprehensif, sehingga dijadikan titik tolak dalam pengembangan guru, yang biasa disebut dengan PTKBK (Pendidikan Tenaga Kependidikan Berbasis Kompetensi) atau CBTE (Competency based Teacher Education).[1]
            Dalam konteks pengembangan guru di masa depan, diperlukan secara cermat terhadap fenomena sosial dan kultural yang sedang aktual pada masa sekarang yang nota bene juga merupakan bagian dari proses dan produk pendidikan. Mengingat pada saat ini masih banyak orang yang cerdas, terampil, pintar, kreatif, produktif dan profesional, tetapi tidak dibarengi dengan kekokohan akidah dan kedalaman spiritual serta keunggulan akhlak.
            Implikasi lebih jauh adalah munculnya gaya hidup (life style) yang cenderung bersikap sekuler, materialistik, rasionalistik, hedonistik, yaitu manusia yang cerdas intelektualitasnya dan terampil fisiknya, namun kurang terbina mental spiritualnya dan kurang memiliki kecerdasan emosional. Orientasi hidup tersebut menjadi karakter masyarakat modern yang pada akhirnya melahirkan kesenjangan sosial yang berkepanjangan. Akibat dari yang demikian, banyak sekali para remaja yang terlibat dalam tawuran, tindakan kriminal, pencurian, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pemerkosaan dan sebagainya.[2]
            Timbulnya fenomena tersebut memang tidak arif jika hanya semata-mata dikembalikan pada proses dan produk pendidikan kita. Namun demikian, "sistem pendidikan kita yang “keliru” merupakan bagian dari independent variables yang ikut memiliki kontribusi terhadap munculnya fenomena tersebut. Sistem pendidikan yang berlangsung selama ini lebih banyak menekankan dimensi transfer ilmu pengetahuan. Sedangkan aspek internalisasi dan implementasi belum banyak tergarap untuk membangun suasana masyarakat yang memiliki the bound of civility (ikatan keadaban atau tata krama) yang merupakan ciri masyarakat madani. Sistem pendidikan kita juga lebih menekankan peningkatan kualitas individu secara optimal dan mampu berkompetisi dengan yang lain, tetapi nilai-nilai kooperatif dan kolaboratif sebagai karakteristik dari masyarakat patembayan (gemeinschaft) sudah mulai ditinggalkan.
            Karena itulah, diperlukan reorientasi pengembangan guru yang bertolak dari fenomena di atas dan falsafah pendidikan yang komitmen pada pelestarian nilai-nilai insani dan ilahi, yang dibarengi dengan sikap dinamis, kritis, progresif, terbuka, bahkan bersikap proaktif dan antisipatif, tetapi juga mengembangkan nilai-nilai kooperatif dan kolaboratif, toleran, serta komitmen pada hak dan kewajiban asasi manusia.
            Dalam rangka reorientasi tersebut, maka dibutuhkan model pengembangan profesionalisme guru.


2.      Model pengembangan guru
    Banyak cara yang dilakukan oleh guru untuk menyesuaikan dengan perubahan, baik itu secara perorangan , kelompok atau dalam satu sistem yang diatur oleh lembaga. Mulyasa menyebutkan bahwa pengembangan guru dapat dilakukan dengan cara on the job training  dan in service training. Sementara Castetter menyampaikan lima model pengembangan untuk guru seperti pada tabel berikut.  
Model Pengembangan Guru
Keterangan
Individual Guided Staff  Developmen (Pengembangan Guru yang dipadu secara Individual)
Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka.
Observation/Assessment
(Observasi atau Penilaian)
Observasi dan penilaian dari instruksi menyediakan guru dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan belajar siswa. Refleksi oleh guru pada prakteknya dapat ditingkatkan oleh observasi lainnya.
Involvement in a development/ Improvement Process
(keterlibatan dalam Suatu Proses Pengembangan/Peningkatan)
Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau perlu memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum.
Training(Pelatihan)
Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-guru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru perilaku dalam kelas mereka.
Inquiry(Pemeriksaan)
Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat praktek mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan.[3]
                                                                                                                                  
3.      Strategi pengembangan profesionalisme guru
            Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Dapertemen Pendidikan Nasional (2005) menyebutkan beberapa alternatif Program Pengembangan profesionalisme guru, sebagai berikut :
Ø Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru.
            Sesuai dengan peraturan yang berlaku bahwa kualifikasi pendidikan guru adalah minimal S1 dari program keguruan, maka masih ada guru-guru yang belum memenuhi ketentuan tersebut. Oleh karenanya program ini diperuntukkan bagi guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 untuk mengikuti pendidikan S1 atau S2 pendidikan keguruan. Program ini berupa program kelanjutan studi dalam bentuk tugas belajar.

Ø Program penyetaraan dan sertifikasi
        Program ini diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak sesuai  dengan  latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari program  pendidikan keguruan. Hal ini terjadi karena sekolah mengalami keterbatasan atau kelebihan guru mata pelaajaran tertentu. Sering terjadi kualifikasi pendidikan mereka lebih tinggi dari kualifikasi yang dituntut namun tidak sesuai, misalnya berijazah S1 tetapi bukan kependidikan. Mereka dapat mengikuti program penyetaraan atau sertifikasi.
Ø Program supervisi pendidikan
            Dalam praktik pembelajarn di kelas masih sering ditemui guru-guru yang ditingkatkan profesionalismenya dalam proses belajar mengajarnya. Sering ada persepsi yang salah atau kurang tepat di mana tugas supervisor sering dimaknai sebagai tugas untuk mencari kesalahan atau untuk mengadili guru, padahal tujuannya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Ciri utama supervisi adalah perubahan dalam kearah yang lebih baik, positif proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien.[4]
Ø Program Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
        MGMP adalah suatu forum atau wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis disanggar maupun di masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu musyawarah dan  guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran adalah guru SMP/MTs dan SMA/MA yang mengasuh dan bertanggung jawab dalam mengelola mata pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.
        Guru bertugas mengimplementasikan kurikulum di kelas. Dalam hal ini dituntut kerjasama yang optimal diantara para guru. Dengan MGMP diharapkan akan meningkatkan profesionalisme guru  dalam melaksanakan pembelajaran  yang bermutu sesuai kebutuhan peserta didik. Wadah profesi ini sangat diperlukan dalam memberikan kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya.
Ø Simposium guru
            Selain MGMP ada forum lain yang dapat digunakan sebagai wadah untuk saling berbagi pengalaman dan pemecahan masalah  yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu simposium. Melalui forum simposium guru ini diharapkan para guru menyebarluaskan upaya-upaya kreatif dalam pemecahan masalah. Forum ini selain sebagai media untuk sharing pengalaman, juga berfungsi untuk kompetisi  antar guru, dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam berbagai bidang, misalnya dalam pengunaan metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau penulisan karya ilmiah.
Ø  Program pelatihan tradisional
        Pelatihan ini pada umumnya mengacu pada satu aspek khusus yang sifatnya aktual dan penting untuk diketahui oleh para guru, misalnya: CTL, KTSP, Penelitian tindakan kelas, penulisan karya llmiah, dan lain sebagainya.
Ø  Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah
        Dengan membaca dan memahami isi jurnal atau makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan guru dapat mengembangkan profesionalismenya. Selanjutnya dengan meningkatnya pengetahuan seiring dengan bertambahnya pengalaman, guru diharapkan dapat membangun konsep baru, keterampilan khusus dan alat/media belajar yang dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan tugasnya.
Ø Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah
            Partisipasi guru minimal pada kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah setiap tahun akan memberikan kontribusi yang berharga dalam membangun profesionalisme guru dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Penyampaian makalah utama, kegiatan diskusi kelompok kecil, pameran ilmiah, pertemuan informal untuk bertukar pikiran atau ide-ide baru, dan sebagainya saling berintegrasi untuk memberikan kesempatan pada guru untuk tumbuh sebagai seorang profesional.



[1] Muhaimin, Reorientasi Pengembangan Guru dalam Ed. Mudjia Rahardjo, Quo Vadis Pendidikan Islam, Pembacaan Realitas Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan, (Malang: UIN Malang Press, 2006), hlm.105.
[2] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003),  hlm.231. Lihat juga Mudzaffar Akhwan, “Pendidikan Moral Keagamaan Anak dalam Masyarakat, Mempertegas Fenomena Pesantren Kilat dalam Pendidikan Islam”, dalam Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, ed. Muslih Usa dan Aden Wijdan AZ (Yogyakarta: Aditya Media,1997), hlm.71.
[3] Mintarsih Danumiharja, PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN, (Yogyakarta : Deepublish, 2014), hlm.165.
[4] Udin Syaefudin Sa’ud, Pengembangan Profesi guru, (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm. 105-106.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Jitu Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan Dalam rangka pembekalan Musyrif/ah dan pengurus Mabna periode 2018/2019, Ma’had Ja...