Assalamu’alaikum
man-teman.... J
Keep fighting! Okee..?
Nah, pada kesempatan
kali ini, saya ingin berbagi ilmu tentang Membaca dalam Psikolinguistik.
Selamat membaca dan
semoga bermanfaat.. J
______________________________________________
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Di samping kemampuan untuk
berbahasa, manusia juga mempunyai kemampuan lain yang spesifik : membaca.
Manusia dapat menuangkan apa yang ada dalam pikirannya pada secarik kertas dan
kemudian disimpan untuk sehari, sebulan, setahun, atau bahkan lebih dari itu.
Bahan dalam tulisan ini dimengerti oleh siapa pun yang membacanya selama mereka
memakai bahasa yang sama. Meskipun untuk tujuan yang berbeda, apa yang
dikatakan oleh Carnie (2002 : 3) berikut sangat mengena :
...there is some set of neurons in
my head firing madly away that allows me to sit here and produce this set of
letters, and there is some other set of neurons in your head firing away that
allows you to translate these squiggles into coherent ideas and thoughts.
Tidak ada makhluk lain di dunia ini
yang dapat berkomunikasi dengan simbol-simbol seperti ini! Namun, berbeda
dengan kemampuan berujar, kemampuan membaca bukanlah sesuatu yang kodrati.[1] Tetapi
bagaimanapun itu, membaca merupakan suatu keterampilan yang harus diajarkan
oleh orang tua atau orang dewasa dan dipelajari oleh anak.
B.
Rumusan
masalah
1. Bagaimana sejarah tulisan?
2. Apa pengertian grafem dan fonem?
3. Apa saja elemen pada huruf?
4. Apa saja tahap-tahap dalam membaca?
5. Bagaimana metode pengajaran membaca?
6. Apa saja model-model dalam membaca?
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
tulisan.
Sejarah mengenai tulisan dapat
ditelusuri ke tahun 3100 sebelum Masehi pada bangasa Sumeria yang hidup di
Mesopotamia purba di antara sungai Tigris dan Euphrates (Wolf dkk dalam Gleason
dan Ratner 1998 : 410). Pada saat itu orang belum memakai tanda atau huruf seperti
yang kita pakai sekarang. Mereka memakai apa yang dinamakan cuneiform,
yakni gambar-gambar yang melambangkan benda atau konsep. Piktograf ini
digoreskan pada tanah liat kemudian tanah liat ini dibakar sehingga
goresan-goresan tadi menjadi permanen.[2]
Pada
tahun 2000 S.M bangsa Cina mengembangkan ideogram, yaitu gambar-gambar yang
menyimbolkan objek. Ideogram ini kemudian berkembang menjadi logogram, yaitu
wuujud simbol yang masing-masing mewakili kata. Perkembangan selanjutnya adalah
tulisan yang dinamakan syllabary. Dalam sistem ini, suatu simbol tidak mewakili
suku kata. Bahasa Jepang dan bahasa Jawa adalah contoh untuk tulisan syllabary.
2.
Grafem dan
fonem.
Grafem adalah keseluruhan dari
huruf atau campuran huruf yang mewakili fonem. Maksudnya adalah grafem
berbicara tentang huruf atau gabungan huruf sebagai satuan pelambangan fonem
dalam ejaan, sedangkan fonem berbicara tentang bunyi bahasa. Misalnya untuk
menyatakan benda yang dipakai untuk duduk yang bernama "kursi", kita
menulis kata kursi yang terdiri dari grafem <k>, <u>, <r>,
<s>, dan <i>, dan mengucapkannya pun /kursi/ - dari segi grafem ada
lima satuan, dan dari segi fonem juga ada lima satuan, kata pagi terdiri dari
fonem /p/, /a/, /g/, /i/ dan grafem <p>, <a>, <g>, <i>.
Kata hangus terdiri dari fonem /h/, /a/, /ŋ/, /u/, /s/ dan grafem <h>,
<a>, <ng>, <u>, <s>.
Meskipun
grafem melambangkan fonem dalam sistem ejaan, ini tidak berarti bahwa satu
grafem hanya bisa melambangkan satu fonem atau sebaliknya. Contohnya grafem
<e>, melambangkan fonem /e/ pada <bela> dan /ə/ pada <reda>.[3]
3.
Elemen pada
huruf.
Kalau alfabet latin kita perhatikan
dengan teliti maka akan kita dapati bahwa tiap huruf sebenarnya terdiri dari
elemen-elemen yang sederhana yang diramu dengan berbagai cara. Huruf p, q, b,
dan d hanya terdiri dari satu garis lurus dan setengah lingkaran. Perbedaan
antara p dan q hanya terletak pada letak setengah lingkaran itu. Pada p
setengah lingkaran ada di kanan garis, pada q di kiri garis. Begitu pula antara
b dan d. Pada b setengah lingkarannya di kanan, dan d di kiri. Perbedaan antara
p dan b hanyalah letak garis lurusnya : pada p garis lurusnya menjorok ke
bawah, pada b menjorok ke atas.
Bentuk huruf tidak selamanya sama.
Satu hal yang jelas adalah bahwa bentuk huruf kapital dengan huruf kecil
seperti A dan a, B dan b sangat berbeda. Tidak hanya itu saja, satu huruf yang
sama bisa pula tertuang dalam wujud yang berbeda. Maka dari itu, Pembaca harus
menyadari bahwa wujud yang berbeda-beda itu hanya merupakan gaya saja.
4.
Tahap dalam
membaca.
Empat tahap dalam berbahasa yang
sampai kini masih dianggap benar adalah tahap mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis (listening, speaking, reading, writing). Dua tahap yang pertama
berkaitan dengan bahasa lisan dan dua tahap terakhir dengan bahasa tulisan.
Anak mulai berbahasa dengan
mendengarkan lebih dahulu, barulah kemudian dia mulai berbicara. Dua tahap
berikutnya yaitu membaca dan menulis yang mana bukanlah menjadi peryaratan
hidup, karena tanpa dapat membaca dan menulis manusia masih saja tetap dapat
mempertahankan hidupnya.
Namun demikian, dalam masyarakat
modern, membaca dan menulis merupakan bagian yang tidak dapat dikesampingkan
karena tanpa kemampuan ini dunia kita akan tertutup dan terbatas hanya pada apa
yang ada di sekitar kita.
Dalam membaca, ada dua tahap utama
yaitu
Ø Tahap pemula.
Tahap
pemula adalah tahap yang mengubah manusia dari tidak dapat membaca menjadi
dapat membaca. Pada tahap pemula, anak perlu memperhatikan dua hal :
keteraturan bentuk dan gabungan huruf.
Ø Tahap lanjut.
Tahap
lanjut adalah tahap dimana prosesnya bukan terkonsentrasi pada kaitan antara
huruf dengan bunyi tetapi pada makna yang terkandung dalam bacaan.[4]
5.
Metode
pengajaran membaca.
Ada dua pandangan yang saling
bertentangan mengenai proses membaca. Ada yang berpandangan bahwa proses
membaca di mulai dari bawah (bottom up) ke atas. Dalam pandangan ini,
representasi fonologi dari tiap kata diramu dengan menerapkan aturan mengenai
hubungan antara grafem dengan fonem. dan ada juga pandangan yang dasarnya dari
atas kebawah (top down). Cara ini tidak melibatkan fonologi tetapi langsung
dari otografi ke makna.
Perbedaan ke dua pandangan ini
tercermin dalam metode pengajaran membaca. Mereka yang percaya pada Alur
bawah-ke-Atas akan mendasarkan metodenya pada cara fonik,yakni dari fonem,ke
suku, lalu ke kata. Sapai ke atas. Sebaliknya mereka yang mengikuti alur
Atas-ke-Bawah langsung memberikan kata untuk dibaca-boat,road,goat.
6.
Model-model
membaca
Di dalam model untuk membaca juga
ada yang namanya Model Atas-ke-Bawah dan Model Bawah-Ke-Atas yang di jelaskan
di bawah ini.
a. Model Atas-ke-Bawah
Model
Atas ke bawah atau yang sering juga dinamakan model berdasarkan konteks, mengasumsikan
bahwa informasi tentang konteks dalam secara langsung mempengaruhi caranya kata
dipersepsi dan di interpretasi.
b. Model
Bawah-ke-Atas
Landasan
dasar untuk model bawah-ke-atas, yang juga di sebut sebagai model yang
berlandaskan stimulus, adalah bahwa rekognisi kata tergantung terutama pada
informasi yang ada pada kata itu, bukan pada konteksnya. Di samping itu, rekognisi
terjadi secara diskrit, berhierarkhi, dan bertahap. Informasi yang ada pada
satu tahap dimanfaatkan untuk membangun tahap berikutnya. Karena itulah maka
pada model ini ada pada tahap sensori, tahap rekognisi, dan tahap interpretasi.[5]
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
1.
Sejarah mengenai tulisan dapat
ditelusuri ke tahun 3100 sebelum Masehi pada bangasa Sumeria yang hidup di
Mesopotamia purba di antara sungai Tigris dan Euphrates. Pada tahun 2000 S.M
bangsa Cina mengembangkan ideogram, yaitu gambar-gambar yang menyimbolkan
objek. Perkembangan selanjutnya adalah tulisan yang dinamakan syllabary. Dalam
sistem ini, suatu simbol tidak mewakili suku kata. Bahasa Jepang dan bahasa
Jawa adalah contoh untuk tulisan syllabary.
2.
Grafem berbicara tentang huruf atau
gabungan huruf sebagai satuan pelambangan fonem dalam ejaan, sedangkan fonem
berbicara tentang bunyi bahasa. Misalnya untuk menyatakan benda
yang dipakai untuk duduk yang bernama "kursi", kita menulis kata
kursi yang terdiri dari grafem <k>, <u>, <r>, <s>, dan
<i>, dan mengucapkannya pun /kursi/ - dari segi grafem ada lima satuan,
dan dari segi fonem juga ada lima satuan.
3.
Elemen pada huruf tidak selamanya
sama. Maka dari itu, Pembaca harus menyadari bahwa wujud yang berbeda-beda itu
hanya merupakan gaya saja.
4.
Tahap dalam membaca ada dua, yaitu
tahap pemula dan tahap lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Soenjono
Dardjowidjojo. 2003. PSIKOLINGUISTIK : Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia.
[1] Soenjono Dardjowidjojo, PSIKOLINGUISTIK
: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
2003), hlm.291.
[2] Soenjono Dardjowidjojo, PSIKOLINGUISTIK
: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,
2003), hlm.291.
[4] Soenjono Dardjowidjojo, PSIKOLINGUISTIK...,
(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm.299-303.
[5] Soenjono Dardjowidjojo, PSIKOLINGUISTIK...,
(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm.307-308.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar