Minggu, 11 Maret 2018

METODE QOWA'ID wa TARJAMAH

PEMBAHASAN

1.    Pengertian metode qowa’id wa tarjamah.
    
                        Metode qowa’id dan tarjamah adalah gabungan dari  metode gramatika dan metode terjemah.[1] Metode ini merupakan cara mempelajari bahasa asing  yang  lebih menekankan pada qowa’id ataupun kaidah-kaidah bahasa untuk dapat mencapai keterampilan membaca, menulis dan menterjemah.[2]
                        Sebagaimana kita ketahui bahwa metode terjemah merupakan sebuah metode untuk dapat menerjemahkan dari bahasa sumber atau bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran atau bahasa penerima yang tidak bisa lepas dari penerapan aturan-aturan tata bahasanya. Metode yang satu ini memfokuskan pada kegiatan penerjemahan bacaan dari bahasa asing ke dalam bahasa ibu atau sebaliknya.
                        Sedangkan metode qowa’id merupakan metode yang lebih menekankan pada penghafalan aturan-aturan gramatika dan sejumlah mufrodat atau kata tertentu yang kemudian dirangkaikan menurut tata bahasa yang berlaku. Metode ini merupakan metode tertua dalam pembelajaran bahasa Asing sehingga disebut juga metode tradisional.
Metode gramatika dan terjemah ini merupakan hasil karya dari pemikiran beberapa orang sarjana Jerman. Mereka adalah Johan Seidenstucker, Karl Plotz, H.S. Ollendorff, dan Johann Meidinger. Metode gramatika dan terjemah ini cukup mendominasi pengajaran bahasa asing di daratan Eropa dari tahun 1840-an hingga tahun 1940-an.

2.    Latar belakang adanya metode qowa’id wa tarjamah.

                        Berbicara bahasa Arab dalam konteks sejarah, tidak bisa lepas dari perjalanan penyebaran agama islam. Begitu pula sebaliknya, mengkaji tentang Islam berarti pula mempelajari bahasa Arab sebagai syarat wajib untuk menguasai Al-Quran. Hubungan yang sinergis antara bahasa Arab dan Islam, tidak lain karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab yang menjadi tradisi kehidupan bangsa Arab sebagai dasar umat Islam.
                        Sejarah mencatat bahwa bahasa Arab mulai menyebar keluar Jazirah Arabia sejak abad ke-1 H atau abad ke-7 M, mengikuti ke mana pun gerak penyebaran Islam. Penyebaran itu meliputi wilayah Bizantium di utara, wilayah Persia di timur, dan wilayah Afrika samapai Andalusia di barat. Hingga pada masa khalifah Islamiyah, bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang dipergunakan untuk sosialisasi agama, budaya, administrasi, dan keilmuwan. Posisi strategis yang dimiliki bahasa Arab ini mengungguli semua bahasa yang pernah ada sebelumya yaitu bahasa-bahasa Yunani, Persia, Koptik, dan Syiria.
                        Meski referensi tentang bagaimana bahasa Arab dapat tersosialisasi dengan baik di tengah masyarakat non-Arab kurang memadai, tetapi karena adanya interaksi yang intens antara bahasa Arab dan Eropa dalam pewarisan ilmu pengetahuan Yunani Kuno, melalui penerjemahan dari Yunani ke Arab kemudian dari Arab ke Latin sehingga dalam mengkaji teks-teks sastra dan keagamaan memungkinkan terjadinya kesamaan tujuan belajar-mengajar antara kedua bahasa tersebut yaitu grammar translation method (metode pengajaran bahasa asing yang dianggap paling tua dan diprediksi muncul semenjak orang merasa perlu untuk mempelajari bahasa asing).[3]
                        Kemudian, masuknya bahasa Arab di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam itu sendiri ke negeri ini. Hal ini karena bahasa Arab tidak bisa dilepaskan dari agama Islam sehingga bahasa Arab sering dianggap sebagai bahasa agama, apalagi dua sumber umat islam adalah Al-Quran dan hadist (berbahasa Arab), begitu juga banyak ritual keagamaan Islam seperti sholat dan berdo’a yang menggunakan bahasa Arab sebagai medianya. Oleh karena itu, sangat mungkin pengajaran bahasa Arab mulai berlangsung bersamaan dengan tersebarnya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12M.
                        Pada awalnya, kegiatan pengajaran bahasa Arab masih sebatas untuk kepentingan bisa membaca Al-Quran. Namun, seiring dengan kebutuhan untuk memahami isi kandungan Al-Quran, hadist, dan buku-buku keislaman yang ditulis dengan bahasa Arab, maka pengajaran bahasa Arab tidak lagi sebatas untuk bisa membaca huruf Arab, tetapi lebih dari itu yakni untuk memahami dan mendalami lebih jauh ajaran-ajaran Islam.[4]

3.    Karakteristik metode qowa’id wa tarjamah.
Ø  Tujuan mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca buku atau naskah dalam bahasa target, seperti kitab-kitab klasik berbahasa Arab.
Ø  Perhatian yang mendalam pada keterampilan membaca, menulis, dan menerjemah.
Ø  Menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar.
Ø  Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus, dan teks bacaan yang berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik.
Ø  Proses pembelajarannya sangat menekankan penghafalan kaidah bahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan harfiah dari bahasa sasaran ke bahasa siswa atau sebaliknya.
Ø  Peran guru sangat aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan pasif sebagai penerima materi.[5]

4.    Kelebihan dan kekurangan metode qowa’id wa tarjamah.
                        Kelebihan :
Ø  Siswa memahami bacaan-bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu menerjemahkannya.
Ø  Metode ini memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal.
Ø  Metode ini bisa diterapkan dalam kelas besar.
     Kekurangan :
Ø  Anilisis tata bahasa pada metode qowa’id dan tarjamah ini mungkin baik dan mudah bagi mereka yang merancangnya, tapi tidak menutup kemungkinan bisa membingungkan peserta didik karena cukup rumit.
Ø  Metode ini sering menerima kritik karena melalaikan keterampilan berbicara.
Ø  Dibutuhkan seorang pendidik yang terlatih dan mahir dalam penerjemahan.

5.    Aplikasi
                        Teknik penyajian metode secara umum adalah guru atau ustadz atau kyai, serta para santri masing-masing memegang sebuah kitab berbahasa Arab. Kemudian guru membacakan isi kitab kata demi kata dengan terjemahannya, sementara para santri menyimak bacaan guru dan menuliskan terjemahannya ke dalam kitab mereka atau dalam istilah lain meberi “jenggot” karena kata-kata terjemahan dalam bahasa daerah (Jawa) ditulis di bawah teks asli yang menyerupai jenggot.
                        Perlu diketahui bahwa pengajaran tata bahasa (qowa’id) hanya berfungsi sebagai penunjang tercapainya kemahiran berbahasa. Pada dasarnya, kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian, yaitu pengenalan kaidah (nahwu dan shorof) dan pemberian latian (drill). Kedua kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu deduktif dan induktif.
a.    Pengenalan kaidah : bisa dilakukan secara deduktif dan induktif.
-   Cara deduktif : dimulai dengan pemberian kaidah yang harus dipahami dan dihafalkan siswa, kemudian diberikan contoh-contoh penerapannya. Setelah itu, siswa diberi kesempatan untuk melakukan latihan-latihan menerapkan kaidah atau rumus yang telah diberikan.
-   Cara Induktif : guru pertama-tama menyajikan contoh-contoh. Setelah mempelajari contoh yang diberikan, siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri kaidah-kaidah bahasa yang sedang diajarkan.
b.   Latihan (drill tadribat)
-   Latihan mekanis : bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan respon yang benar. Biasanya, latihan ini diberikan secara lisan atau tertulis, dan diintegrasikan dengan latihan keterampilan berbicara dan menulis.[6]

















PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.    Metode qowa’id wa tarjamah merupakan suatu pengajaran bahasa yang tradisional (klasik) dan lebih menekankan pada penghafalan aturan-aturan gramatika dan aspek menerjemah.
2.    Pada dasarnya Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah merupakan sinonim dari apa yang disebut grammar translation method. Prinsip dan teknik dari grammar translation method dalam bahasa Inggris kemudian diadopsi dan diaplikasikan dalam pengajaran bahasa Arab dengan apa yang dikenal saat ini yaitu Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah.
3.    Karakteristik Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah menggunakan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran, memperhatikan hukum-hukum nahwu, Materi pelajaran terdiri atas buku tata bahasa, kamus, dan teks bacaan yang berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan klasik, peran guru sangat aktif sebagai penyaji materi, sementara siswa berperan pasif sebagai penerima materi.
4.    Kelebihan Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah siswa memahami bacaan-bacaan yang dipelajarinya secara mendetail dan mampu menerjemahkan, memperkuat kemampuan siswa dalam mengingat dan menghafal, serta dapat diterapkan dalam kelas besar. Sedangkan kekurangan Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah adalah Sering menerima kritik karena melalaikan keterampilan berbicara, dibutuhkan seorang pendidik yang terlatih dan mahir dalam menerjemah, dan bisa membingungkan siswa karena rumit.
5.    Aplikasi Thoriqoh al-Qowa’id wa al-Tarjamah dibagi menjadi tiga, yaitu secara umum, pengenalaan kaidah, dan latihan.




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzan. 2004. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora.
Radliyah Zaenuddin, dkk. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta :  Humaniora.
Ahmad Fuad Effendy. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang : Misykat.
Syamsuddin Asyrofi. 2016. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Konsep dan Implementasinya. Yogyakarta.



[1] Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Humaniora, 2004). hlm. 100.
[2] Radliyah Zaenuddin, dkk,  Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab,  (Yogyakarta :  Humaniora, 2005),  hlm.38.
[3] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang : Misykat, 2009), hlm.25-26
[4] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Konsep dan Implementasinya), (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 51.
[5] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab..., (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 51.

[6] Syamsuddin Asyrofi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab..., (Yogyakarta : Ombak, 2016), hlm. 131-132.

SOSIOLINGUISTIK_mudah dipahami

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang.

            Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal artinya, pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja,seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya atau struktur sintaksinya. Kajian secara internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa.
            Kajian secara eksternal berarti, kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada diluar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya didalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia didalam masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasil rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia didalam masyarakat.
            Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya menggunakan teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu, misalnya disiplin sosiologi, disiplin psikologi, dan disiplin antropologi. Jadi, penelitian atau kajian bahasa secara eksternal ini melibatkan dua disiplin ilmu atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar disiplin yang namanya merupakan gabungan dari disiplin ilmu-ilmu yang bergabung itu.
            Kajian linguistik yang bersifat antardisiplin ini selain untuk merumuskan kaidah-kaidah teoritis antardisiplin, juga bersifat terapan. Artinya, hasilnya digunakan untuk memecahkan dan mengatasi masalah-masalah yang ada di dalam kehidupan praktis kemasyarakatan. Berbeda dengan kajian secara internal yang terutama hanya menyusun kaidah atau teori linguistik “murni”. Dalam hal ini, tentu saja sebelum seseorang terjun ke dalam kegiatan kajian eksternal yang antardisiplin itu, dia terlebih dahulu harus menggeluti kajian internal linguistik itu. Tanpa pemahaman yang cukup mengenai kajian internal, seseorang tentu saja akan mendapat kesulitan, malah mungkin tidak akan dapat melakukan kajian secara eksternal itu. Perlu juga diketahui, dalam studi linguistik umum (general linguistik) kajian secara internal itu lazim disebut kajian bidang mikrolinguistik dan kajian secara eksternal lazim disebut kajian bidang makrolinguistik.

B.     Rumusan masalah.

1.      Apa pengertian sosiolinguistik?
2.      Apa saja masalah-masalah sosiolinguistik?
3.      Apa kegunaan sosiolinguistik?






















PEMBAHASAN


1.      Pengertian sosiolinguistik.
      Istilah sosiolinguistik muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang merupakan gabungan kata sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik.
      Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya bagaimana mereka bersosialisasi dan menempatkan diri dalam tempatnya masing-masing di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau  bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.[1]

2.      Masalah-masalah sosiolinguistik.
      Konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di Universitas of Calivornia, Los Angeles, tahun 1964, telah merumuskan adanya 7 dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah
Ø Identitas sosial dari penutur.
                        Dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungan dengan lawan tuturnya. Identitas penutur dapat berupa anggota keluarga, teman karib, atasan atau bawahan, guru, murid, dan sebagainya. Identitas penutur ini dapat memengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Ø Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi.
                             Identitas pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur, maka, identitas pendengar itu pun dapat berupa anggota keluarga, tetangga, guru, murid, dan sebagainya. Identitas pendengar juga akan memengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Ø Lingkungan sosial.
                        Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa di ruang perpustakaan, di dalam masjid, di lapangan sepak bola, di pinggir jalan dan lain sebagainya. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya bahasa dalam bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya kita harus berbicara dengan suara yang tidak keras, di lapangan sepak bola kita boleh berbicara dengan suara keras karena di area bising jika kita tidak berbicara dengan suara keras maka tidak dapat didengar oleh lawan bicara kita.
Ø Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek dialek sosial.
                        Berupa deskripsi pola-pola dialek-dialek sosial itu, baik yang berlaku pada masa-masa tertentu atau berlaku pada masa yang tidak terbatas. Dialek sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota kelas-kelas sosial tertentu di dalam masyarakat.
Ø Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran.
                        Maksudnya, setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Maka, berdasarkan kelas sosialnya itu, dia mempunyai penilaian tersendiri terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran yang berlangsung.[2]


Ø Tingkatan, variasi, dan ragam linguistik.
                        Maksudnya, bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat bervariasi. Setiap variasi, entah naamanya dialek, varietas, atau ragam, mempunyai fungsi sosialnya masing-masing.
Ø Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
                        Merupakan topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam masyarakat. Misalnya, masalah pengajaran bahasa, pembakuan bahasa, penerjemahan, mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa, dan sebagainya.

3.      Kegunaan sosiolinguistik.
      Sosiolonguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu, seperti di rumuskan Fishman (1967:15) bahwa yang di persoalkan dalam sosiolinguistik adalah “who speak, what language, to whom, when, and to what end”. Dari rumusan Fishman itu dapat kita jabarkan manfaat atau kegunaan sosiolonguistik bagi kehidupan praktis, antara lain sebagai berikut:
a.    Dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi.
                        Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa. Ragam bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu. Misalnya, jika kita adalah anak dari suatu keluarga, tentu kita harus menggunakan ragam bahasa yang berbeda jika lawan bicara kita adalah ayah, ibu, kakak, atau adik. Jika kita seorang murid, tentu kita harus menggunakan atau gaya bahasa yang berbeda pula terhadap guru, terhadap teman sekelas, dan lain-lain.[3]
b.    Buku-buku tata bahasa, sebagai hasil kajian internal terhadap bahasa, biasanya hanya menyajikan kaidah-kaidah bahasa tanpa mengaitkannya dengan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Misalnya, hampir semua buku tata bahasa Indonesia menyajikan sistem kata ganti orang sebagai berikut:
Orang ke
Tunggal
Jamak
I
Yang berbicara
Aku.
Saya.
Kami.
Kita.
II
Yang diajak berbicara
Engkau
Kamu, Anda.
Kalian.
Kamu sekalian.
III
Yang dibicarakan
Ia.
Dia.
Mereka.

Bagan tersebut cukup jelas. Tetapi kaidah sosial bagaimana menggunakannya tidak ada, sehingga orang yang baru mempelajari bahasa Indonesia dan tidak mengenal kaidah sosial dalam menggunakan kata ganti itu akan mengalami kesulitan besar. Oleh karena itu, bantuan sosiolinguistik dalam menjelaskan penggunaan kata ganti tersebut sangat penting. Kiranya, tanpa bantuan sosiolinguistik (misalnya, kepada siapa, kapan dan dimana kata ganti itu harus di pakai) sajian kata ganti itu tidak berguna dalam percakapan yang sebenarnya. Kita ambil contoh konkret. Seorang dosen bila berbicara dengan mahasiswanya di ruang kuliah akan menyebut dirinya sendiri dengan kata saya. Begitu juga para mahasiswa tersebut. Untuk menyapa mahasiswanya sang dosen umumnya tidak menggunakan kata ganti kamu atau engkau, tetapi menggunakan kata ganti anda atau kata dari istilah perkerabatan saudara. Namun sang Mahasiswa tidak menggunakan kamu, engkau, saudara, atau anda terhadap dosen, melainkan kata bapak. Andaikata ada mahasiswa yang menggunakan kata kamu, engkau, atau anda terhadap dosen, tentu situasinya sangat istimewa sekali.
c.       Sosiolinguistik juga dapat memberi sumbangan dalam mengatasi ketegangan politik akibat persoalan bahasa yaitu dengan pemahaman akan prinsip-prinsipnya. Di negara-negara yang multilingual seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, India, dan Filiphina muncul  masalah-masalah politis sehubungan dengan pemilihan bahasa untuk keperluan menjalankan administrasi kenegaraan dan pembinaan bangsa. Pemilihan bahasa mana yang harus diambil menjadi bahasa resmi kenegaraan dapat menimbulkan ketegangan politik dan ada kemungkinan berlanjut menjadi bentrokan fisik. Indonesia dapat menyelesaikan masalah pemilihan bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi itu dengan baik, yakni dengan memilih bahasa Melayu, yang dalam sejarahnya telah menjadi lingua franca dan telah tersebar luas di seluruh Nusantara. Tidak ada ketegangan politik dan bentrokan fisik karena semuanya menyadari bahwa secara sosiolinguistik bahasa Melayu mempunyai peranan yang lebih mungkin sebagai bahasa persatuan dan bahasa resmi di Indonesia.



















PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
2.      Masalah-masalah sosiolinguistik : Identitas sosial dari penutur, Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, lingkungan sosial, analisis sinkronik dan diakronik dari dialek dialek sosial, penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, tingkatan, variasi, dan ragam linguistik, Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
3.      Kegunaan sosiolinguistik yaitu dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi, memberi sumbangan dalam mengatasi ketegangan politik akibat persoalan bahasa.
















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer, Leoni Agustina. 2010. SOSIOLINGUISTIK : PERKENALAN AWAL. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA.





[1] Abdul Chaer, Leonita Agustina, SOSIOLINGUISTIK : PERKENALAN AWAL, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 2-4.
[2] Abdul Chaer, Leonita Agustina, SOSIOLINGUISTIK..., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 5-6.
[3] Abdul Chaer, Leonita Agustina, SOSIOLINGUISTIK..., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 7-9.

Tips Jitu Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan Dalam rangka pembekalan Musyrif/ah dan pengurus Mabna periode 2018/2019, Ma’had Ja...