Kamis, 16 Agustus 2018


Tips Jitu Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan


Dalam rangka pembekalan Musyrif/ah dan pengurus Mabna periode 2018/2019, Ma’had Jami’ah Mathali’ul Falah mengadakan pelatihan active learning bahasa Arab bersama Ibu Raodah, MA. pada 13 Agustus 2018 pukul 15.30 – 17.00 di ruang 214.

Beliau memberikan tips jitu bagaimana belajar bahasa arab yang menyenangkan, diantarannya : permainan suq araby, missing lyrics, menerjemahkan lagu, bermain peran, bisik berantai, ini huruf akhirmu mana huruf awalmu?, tebak kata, dll. Semua peserta sangat antusias dalam mengikuti pelatihan.




Rabu, 18 April 2018

Ruang lingkup sosiolinguistik


PENDAHULUAN

A.    Latar belakang.

            Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal artinya, pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja,seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya atau struktur sintaksinya. Kajian secara internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa.
            Kajian secara eksternal berarti, kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada diluar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya didalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia didalam masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasil rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia didalam masyarakat.
            Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya menggunakan teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu, misalnya disiplin sosiologi, disiplin psikologi, dan disiplin antropologi. Jadi, penelitian atau kajian bahasa secara eksternal ini melibatkan dua disiplin ilmu atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar disiplin yang namanya merupakan gabungan dari disiplin ilmu-ilmu yang bergabung itu.
            Kajian linguistik yang bersifat antardisiplin ini selain untuk merumuskan kaidah-kaidah teoritis antardisiplin, juga bersifat terapan. Artinya, hasilnya digunakan untuk memecahkan dan mengatasi masalah-masalah yang ada di dalam kehidupan praktis kemasyarakatan. Berbeda dengan kajian secara internal yang terutama hanya menyusun kaidah atau teori linguistik “murni”. Dalam hal ini, tentu saja sebelum seseorang terjun ke dalam kegiatan kajian eksternal yang antardisiplin itu, dia terlebih dahulu harus menggeluti kajian internal linguistik itu. Tanpa pemahaman yang cukup mengenai kajian internal, seseorang tentu saja akan mendapat kesulitan, malah mungkin tidak akan dapat melakukan kajian secara eksternal itu. Perlu juga diketahui, dalam studi linguistik umum (general linguistik) kajian secara internal itu lazim disebut kajian bidang mikrolinguistik dan kajian secara eksternal lazim disebut kajian bidang makrolinguistik.

B.     Rumusan masalah.

1.      Apa pengertian sosiolinguistik?
2.      Apa saja masalah-masalah sosiolinguistik?
3.      Apa kegunaan sosiolinguistik?






















PEMBAHASAN


1.      Pengertian sosiolinguistik.
      Istilah sosiolinguistik muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang merupakan gabungan kata sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik.
      Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya bagaimana mereka bersosialisasi dan menempatkan diri dalam tempatnya masing-masing di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau  bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.[1]

2.      Masalah-masalah sosiolinguistik.
      Konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di Universitas of Calivornia, Los Angeles, tahun 1964, telah merumuskan adanya 7 dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah
Ø Identitas sosial dari penutur.
                        Dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungan dengan lawan tuturnya. Identitas penutur dapat berupa anggota keluarga, teman karib, atasan atau bawahan, guru, murid, dan sebagainya. Identitas penutur ini dapat memengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Ø Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi.
                             Identitas pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur, maka, identitas pendengar itu pun dapat berupa anggota keluarga, tetangga, guru, murid, dan sebagainya. Identitas pendengar juga akan memengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Ø Lingkungan sosial.
                        Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa di ruang perpustakaan, di dalam masjid, di lapangan sepak bola, di pinggir jalan dan lain sebagainya. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya bahasa dalam bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya kita harus berbicara dengan suara yang tidak keras, di lapangan sepak bola kita boleh berbicara dengan suara keras karena di area bising jika kita tidak berbicara dengan suara keras maka tidak dapat didengar oleh lawan bicara kita.
Ø Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek dialek sosial.
                        Berupa deskripsi pola-pola dialek-dialek sosial itu, baik yang berlaku pada masa-masa tertentu atau berlaku pada masa yang tidak terbatas. Dialek sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota kelas-kelas sosial tertentu di dalam masyarakat.
Ø Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran.
                        Maksudnya, setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Maka, berdasarkan kelas sosialnya itu, dia mempunyai penilaian tersendiri terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran yang berlangsung.[2]


Ø Tingkatan, variasi, dan ragam linguistik.
                        Maksudnya, bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat bervariasi. Setiap variasi, entah naamanya dialek, varietas, atau ragam, mempunyai fungsi sosialnya masing-masing.
Ø Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
                        Merupakan topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam masyarakat. Misalnya, masalah pengajaran bahasa, pembakuan bahasa, penerjemahan, mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa, dan sebagainya.

3.      Kegunaan sosiolinguistik.
      Sosiolonguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu, seperti di rumuskan Fishman (1967:15) bahwa yang di persoalkan dalam sosiolinguistik adalah “who speak, what language, to whom, when, and to what end”. Dari rumusan Fishman itu dapat kita jabarkan manfaat atau kegunaan sosiolonguistik bagi kehidupan praktis, antara lain sebagai berikut:
a.    Dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi.
                        Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa. Ragam bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu. Misalnya, jika kita adalah anak dari suatu keluarga, tentu kita harus menggunakan ragam bahasa yang berbeda jika lawan bicara kita adalah ayah, ibu, kakak, atau adik. Jika kita seorang murid, tentu kita harus menggunakan atau gaya bahasa yang berbeda pula terhadap guru, terhadap teman sekelas, dan lain-lain.[3]
b.    Buku-buku tata bahasa, sebagai hasil kajian internal terhadap bahasa, biasanya hanya menyajikan kaidah-kaidah bahasa tanpa mengaitkannya dengan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Misalnya, hampir semua buku tata bahasa Indonesia menyajikan sistem kata ganti orang sebagai berikut:
Orang ke
Tunggal
Jamak
I
Yang berbicara
Aku.
Saya.
Kami.
Kita.
II
Yang diajak berbicara
Engkau
Kamu, Anda.
Kalian.
Kamu sekalian.
III
Yang dibicarakan
Ia.
Dia.
Mereka.

Bagan tersebut cukup jelas. Tetapi kaidah sosial bagaimana menggunakannya tidak ada, sehingga orang yang baru mempelajari bahasa Indonesia dan tidak mengenal kaidah sosial dalam menggunakan kata ganti itu akan mengalami kesulitan besar. Oleh karena itu, bantuan sosiolinguistik dalam menjelaskan penggunaan kata ganti tersebut sangat penting. Kiranya, tanpa bantuan sosiolinguistik (misalnya, kepada siapa, kapan dan dimana kata ganti itu harus di pakai) sajian kata ganti itu tidak berguna dalam percakapan yang sebenarnya. Kita ambil contoh konkret. Seorang dosen bila berbicara dengan mahasiswanya di ruang kuliah akan menyebut dirinya sendiri dengan kata saya. Begitu juga para mahasiswa tersebut. Untuk menyapa mahasiswanya sang dosen umumnya tidak menggunakan kata ganti kamu atau engkau, tetapi menggunakan kata ganti anda atau kata dari istilah perkerabatan saudara. Namun sang Mahasiswa tidak menggunakan kamu, engkau, saudara, atau anda terhadap dosen, melainkan kata bapak. Andaikata ada mahasiswa yang menggunakan kata kamu, engkau, atau anda terhadap dosen, tentu situasinya sangat istimewa sekali.
c.       Sosiolinguistik juga dapat memberi sumbangan dalam mengatasi ketegangan politik akibat persoalan bahasa yaitu dengan pemahaman akan prinsip-prinsipnya. Di negara-negara yang multilingual seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, India, dan Filiphina muncul  masalah-masalah politis sehubungan dengan pemilihan bahasa untuk keperluan menjalankan administrasi kenegaraan dan pembinaan bangsa. Pemilihan bahasa mana yang harus diambil menjadi bahasa resmi kenegaraan dapat menimbulkan ketegangan politik dan ada kemungkinan berlanjut menjadi bentrokan fisik. Indonesia dapat menyelesaikan masalah pemilihan bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi itu dengan baik, yakni dengan memilih bahasa Melayu, yang dalam sejarahnya telah menjadi lingua franca dan telah tersebar luas di seluruh Nusantara. Tidak ada ketegangan politik dan bentrokan fisik karena semuanya menyadari bahwa secara sosiolinguistik bahasa Melayu mempunyai peranan yang lebih mungkin sebagai bahasa persatuan dan bahasa resmi di Indonesia.



















PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
2.      Masalah-masalah sosiolinguistik : Identitas sosial dari penutur, Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, lingkungan sosial, analisis sinkronik dan diakronik dari dialek dialek sosial, penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, tingkatan, variasi, dan ragam linguistik, Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
3.      Kegunaan sosiolinguistik yaitu dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi, memberi sumbangan dalam mengatasi ketegangan politik akibat persoalan bahasa.
















DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer, Leoni Agustina. 2010. SOSIOLINGUISTIK : PERKENALAN AWAL. Jakarta : PT. RINEKA CIPTA.



[1] Abdul Chaer, Leonita Agustina, SOSIOLINGUISTIK : PERKENALAN AWAL, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 2-4.
[2] Abdul Chaer, Leonita Agustina, SOSIOLINGUISTIK..., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 5-6.
[3] Abdul Chaer, Leonita Agustina, SOSIOLINGUISTIK..., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 7-9.

JENIS-JENIS PENERJEMAHAN


PENDAHULUAN

A.    Latar belakang.
            Kegiatan penerjemahan sesungguhnya bukan hal yang baru dalam peradaban manusia. Boleh jadi, penerjemahan sudah ada sejak peradaban manusia sendiri itu ada.
            Di era globalisasi ini komunikasi lintas bahasa dalam bentuk penerjemahan masih eksis, bahkan cenderung semakin penting. Tak terkecuali kegiatan penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia juga semakin marak seiring dengan meningkatnya ‘semangat’ keberagamaan umat Islam di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku terjemahan, terutama yang berhubungan dengan khazanah Keislaman, seperti Al-Quran. Hadis, Tafsir, dan lain-lain.
            Kenyataan menggembirakan ini semakin membuka cakrawala pemikiran umat Islam Indonesia. Umat kian menyadari pentingnya memperkaya wawasan keagamaan guna menyempurnakan praktik Keislaman mereka secara kaffah ‘utuh’.

B.     Rumusan masalah.
1.      Apa saja rangkaian proses penerjemahan?
2.      Metode apa sajakah yang digunakan untuk menerjemah?
3.      Bagaimana kualitas terjemahan yang baik?







PEMBAHASAN

1.    Proses penerjemahan.
       Penerjemahan adalah proses memindahkan pesan yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) ke dalam bahasa yang lain (Bsa) secara sepadan dan wajar dalam pengungkapannya, sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi dan kesan asing dalam menangkap pesan tersebut. Dengan definisi seperti itu, ada beberapa syarat suatu kegiatan pemindahan pesan itu dapat dikatakan sebagai kegiatan penerjemahan :
-          Melibatkan dua bahasa (Bsu dan Bsa).
-          Penerjemahan haruslah wajar (sesuai standar penggunaan yang lazim dalam Bsa). Jadi, syarat yang kedua ini mengharuskan seorang penerjemah mengetahui bagaimana cara pengungkapan yang wajar suatu pesan dalam Bsu ke dalam Bsa agar pesan tersebut tidak terasa asing oleh pembaca atau pendengar, karena terkadang seorang penerjemah bisa jadi telah memahami pesan Bsu, tetapi dia gagal dalam memahamkan pesan itu ke dalam Bsa. Dia hanya mampu menerima pesan untuk dirinya sendiri.
Sebagai contoh, ungkapan bahasa Arab :
من عرف بعد السفر استعد
Bila kita hanya memperhatikan aspek leksikal dan gramatikalnya saja, terjemahan yang dihasilkan adalah orang yang mengetahui perjalanannya jauh maka ia akan bersiap-siap. Namun, bila ungkapan tersebut diterjemahkan dengan memperhatikan semantis dan pragmatisnya maka akan dihasilkan terjemahan sedia payung sebelum hujan.[1]
       Dalam menghasilkan pesan teks atau ujaran dalam Bsa yang sesuai dengan pesan teks dalam Bsu, seorang penerjemah harus memperhatikan proses penerjemahan :
-          (PROSES 1) Memahami amanat berupa pesan, gagasan, dan pemikiran yang termaktub dalam teks sumber.
-          (PROSES 2) Mencari padanan atau ekuivalensi yang paling mendekati dalam bahasa target.
-          (PROSES 3) Merekonstruksi pesan, gagasan, dan pemikiran penulis teks sumber ke dalam bahasa target.
-          (PROSES 4) Mereview hasil terjemahan seraya melakukan melakukan berbagai perbaikan dan penyesuaian sampai terjemahan benar-benar mencerminkan amanat seperti yang termaktub dalam teks sumber.[2]

2.    Metode – metode penerjemahan.
       Secara umum, metode penerjemahan merupakan cara, teknik, atau prosedur yang dipilih penerjemah ketika melakukan kegiatan penerjemahan atau menangani masalah-masalah yang dia hadapi selama peoses penerjemahan. Newmark membagi penerjemahan berdasarkan penekanannya pada bahasa sumber dan penekanannya pada bahasa target.        
Penekanan pada bahasa sumber ada empat metode :
-          Metode penerjemahan kata demi kata.
                        Penerjemahan kata-kata seringkali digambarkan sebagai terjemahan antarbaris dengan bahasa target berada langsung dibawah kata-kata sumber. Metode ini berfokus pada kata demi kata dalam bahasa sumber, dan sangat terikat pada tataran kata.
Contoh :
الم (1) ذلك الكتاب لا ريب  فيه  هدى للمتقين(2)
Alif lam mim
Itulah al-Kitab, tidak ada keraguan di dalamnya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.
لا
الكتب
ذلك
الم
tidak ada
al-Kitab
itulah
Alif lam mim
للمتقين
هدى
فيه
ريب
Bagi orang-orang yang bertakwa
Petunjuk
di dalamnya
keraguan
-          Metode penerjemahan harfiah
                        Dalam penerjemahan ini struktur gramatikal bahasa sumber dicarikan padanannya yang terdekat dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata atau penerjemahan leksikalnya diterjemahkan di luar konteks. Contoh :
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً إِلَى عُنُقِكَ
Artinya: Janganlah biarkan tanganmu terbelenggu pada lehermu.
Membuat tangan terbelenggu pada leher berarti “kikir”. Arti secara harfiah yaitu Jangan kikir.
-          Metode penerjemahan setia
             Metode ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Karena ada upaya untuk benar-benar setia pada maksud dan tujuan Bsu, sehingga masih terkesan kaku.
Contoh:
هُوَ كَثِيْرُ الرَّمَادِ
             Dalam Penerjemahan kata per kata, ungkapan di atas di artikan : dia banyak abunya. Jika diartikan dengan penerjemahan Setia, maka hasil terjemahannya adalah: Ia adalah seorang yang dermawan karena banyak abunya. Banyak abu dalam budaya arab berarti banyak memasak karena banyak kedatangan tamu.
             Dari terjemahan ini terlihat bahwa penerjemah berupaya untuk tetap setia pada Bsu, meskipun sudah terlihat ada upaya untuk mereproduksi makna kontekstual. Kesetiaan tersebut tampak pada adanya upaya untuk tetap mempertahankan ungkapan metaforis yang tersurat dalam teks aslinya.


-          Metode penerjemahan semantis.
             Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantik lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber, dan kreaktif dalam batas kewajiban. Selain itu penerjemahan setia sifatnya masih terikat dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantik lebih luwes dan fleksibel.
Contoh:
هُوَ كّثِيْرُ الرَّمَادِ
Apabila diterjemahkan secara semantik maka hasil terjemahannya adalah dia orang yang dermawan.
Sedangkan penekanan pada bahasa target :
-          Metode penerjemahan bebas
             Penerjemahan bebas berupaya memproduksi materi tertentu tanpa menggunakan cara tertentu. Dalam hal ini, penerjemah mereproduksi isi semata tanpa mengindahkan bentuk. Akibatnya, metode ini menghasilkan teks target yang tidak lagi mengandung gaya atau bentuk teks sumber. 
             Dengan demikian ada penyimpangan nuansa makna karena mengutamakan kosa kata sehari-hari dan idiom yang tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.
Contoh:
سبق السيف الأدلي
Secara setia, ungkapan di atas berarti: sudah terlanjur pedang terhunus. Tapi, ketika diaplikasikan ke dalam penerjemahan bebas maknanya lebih mudah diserap : nasi sudah menjadi bubur.
-          Metode penerjemahan idiomatis
             Metode ini bertujuan mereproduksi pesan bahasa sumber, tetapi dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian ada penyimpangan nuansa makna karena mengutamakan kosa kata sehari-hari dan idiom yang tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.
Contoh :
اليَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِن اليَدِ السُّفْلَى
Secara kata per-kata diterjemahkan : tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Jika menggunakan Idiomatik, diterjemahkan: memberi lebih baik dari pada menerima.
-          Metode penerjemahan komunikatif
             Berusaha mereproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya langsung dapat dimengerti oleh pembaca.
             Metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Dengan demikian, bahasa sumber dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi bahasa sasaran sesuai dengan prinsip-prinsip di atas.
Contoh :
اَلْحَيُّ الْمَنَوِي
Diterjemahkan: “Spermatozoon” untuk para ahli biomedik. Untuk khalayak pembaca umum diterjemahkan dengan “Air Mani”.

3.    Kualitas terjemahan
-          Keakuratan.
             Aspek keakuratan mengacu pada sejauh mana tingkat kesepadanan pesan antara teks sumber dan teks target. Aspek ini harus dijadikan prioritas utama dalam penerjemahan. Sebab, keakuratan merupakan konsekuensi logis dari konsep dasar penerjemahan bahwa suatu teks disebut terjemahan kalau teks tersebut memiliki hubungan padanan dengan  teks sumber. Dalam hal ini hasil terjemahan harus dapat mengomunikasikan makna yang sedapat mungkin mendekati makna yang dibawa teks sumber. Sekiranya penerjemahan sudah selesai, membaca ulang hasil terjemahan menjadi keharusan, selama proses ini berlangsung, penerjemah dapat melakukan proof reading untuk memperbaiki kesalahan ketik dan tata letak. Selebihnya adalah proses editing ‘penyuntingan’ untuk membenahi bahasa terjemahan, mengoreksi ejaan, memperbaiki preposisi, memangkas kata-kata yang tidak perlu, mempertajam diksi sehingga hasilnya semakin bagus dan enak dibaca.
             Pemilihan diksi harus mempertimbangkan aspek register terkait dengan variasi pemakaian bahasa dalam disiplin ilmu tertentu. Contoh : kata تَقْدِيْرٌ dalam register ilmu tauhid berarti takdir. Namun, ungkapan شُكْرٌ وَتَقْدِيْرٌ  dalam skripsi berbahasa Arab adalah ucapan terimakasih dan pennghargaan.
-        Kejelasan.
             Akurat saja belum cukup. Keakuratan suatu terjemahan harus dibingkai kejelasan. Apakah artinya sebuah  terjemahan kalau tidak bisa dipahami pembacanya.
-        Kewajaran.
             Aspek kewajaran berhuubungan dengan efek yang dihasilkan sebuah terjemahan dan tentu saja bersifat subjektif, sebab tidak terkait dengan persoalan benar - salah hasil terjemahan. Kewajaran berkenaan dengan nuansa kenyamanan pembaca terjemahan.[3]



PENUTUP

A.    Kesimpulan.
1.      Penerjemahan adalah proses memindahkan pesan yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) ke dalam bahasa yang lain (Bsa) secara sepadan dan wajar dalam pengungkapannya, sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi dan kesan asing dalam menangkap pesan tersebut.
2.      Proses penerjemahan : memahami amanat berupa pesan, gagasan, dan pemikiran yang termaktub dalam teks sumber, mencari padanan atau ekuivalensi yang paling mendekati dalam bahasa target, merekonstruksi pesan, gagasan, dan pemikiran penulis teks sumber ke dalam bahasa target, mereview hasil terjemahan seraya melakukan melakukan berbagai perbaikan dan penyesuaian sampai terjemahan benar-benar mencerminkan amanat seperti yang termaktub dalam teks sumber.
3.      Metode penerjemahan menurut Newmark dibagi menjadi dua yaitu penekanannya pada bahasa sumber dan penekanannya pada bahasa target.
4.      Kualitas terjemahan meliputi keakuratan, kejelasan, dan kewajaran.







DAFTAR PUSTAKA

Moch. Syarif Hidayatullah. 2017. JEMBATAN KATA : SELUK BELUK PENERJEMAHAN ARAB-INDONESIA. (JAKARTA : PT. GRASINDO).
M. Zaka Al Farisi. 2011. PEDOMAN PENERJEMAHAN ARAB INDONESIA : Strategi Metode Prosedur Teknik. (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya).








[1] Moch. Syarif Hidayatullah, JEMBATAN KATA : SELUK BELUK PENERJEMAHAN ARAB-INDONESIA, (JAKARTA : PT. GRASINDO, 2017), hlm.2-3.
[2] M. Zaka Al Farisi, PEDOMAN PENERJEMAHAN ARAB INDONESIA : Strategi Metode Prosedur Teknik, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.179-185.
[3] M. Zaka Al Farisi, PEDOMAN PENERJEMAHAN ARAB INDONESIA..., (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.179-185.

Tips Jitu Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan Dalam rangka pembekalan Musyrif/ah dan pengurus Mabna periode 2018/2019, Ma’had Ja...